Thursday, June 02, 2016

Makan 5 ngakunya 3


Sebuah cerita yang tidak penting...


Disuatu pagi yang bening… di sebuah sekolah menengah, Jl. Ir H, Juanda, no.3. Sinar matahari masih begitu renyah, sinarnya lembut menembus kaca jendela nako, sampai ke meja kelas paling belakang. Gambar presiden Suharto yang tersenyum manis dan wakil presiden Tri sutrisno yang juga tersenyum manis mengapit lambang burung garuda tergantung di dinding depan kelas.

Masih sangat pagi.. hanya ada aku, dan 2 siswi yang sudah hadir. Di depan mejaku ada Nelly anak kampung melati dekat batu 2, sementara siswi yang lain duduk di meja baris terdepan, Raja Dharma Afriyanti namanya. Siswi dengan bando berwarna putih atau mungkin abu-abu motif bunga-bunga, anaknya berperawakan tinggi, rumahnya ada di seberang tembok sekolah… mungkin dia tinggi karena rajin berlatih lompat tembok sekolah… anaknya hitam manis.. manis sekali mirip permen tapi kelihatanya jutek sekali mukanya melihat aku pagi ini.. mungkin karena ujian matematika kemaren pikirku.. aku tak tahu..

Aku duduk memandang keluar jendela, menatap pucuk-pucuk daun akasia, beberapa burung gereja berlompatan diantaranya, kicauan burung dan sinar matahari pagi menerobos  masuk kedalam ruangan kelasku, Hening…, Nelly sibuk mencatat entah apa, Dharma juga entah apa yang dilakukannya, sementara diriku tercenung membaca surat yang diberikan oleh Bu Zaitun kepala bagian tata usaha sekolah, yang diberikan untuk orang tuaku, prihal tunggakan spp selama 4 bulan.. :'(

Tak lama kemudian datanglah siswa bernama Wahyu Titis yang baru sampai kedalam kelas. tingginya sepantaranku. Dia juga salah satu siswa yang kemaren dipanggil oleh Bu Zaitun, nasibnya sama denganku sama-sama nunggak spp.. dia nunggak 3 bulan, aku nunggak 4 bulan. Aku lebih juara.. ha..ha..ha

“Pagi Roy… Bapakmu jadi datang..” sapa dia.. si Titis maksudnya..
“Kayaknya tidak Tis…. Bapakku kan kerja kapal.. masih dilaut” balasku sekenanya.. surat panggilan aku masukkan kedalam laci meja..
“Sudahlah.. kemaren aku dikasih tahu sama Susiadi dan Herizan, abis ujian ini, libur sekolah kita disuruh pak Mudjamil untuk ngecat sekolah.. nanti uangnya bisa buat bayar spp sekolah.. kau mau tak”
Seketika aku tersenyum..”serius?? aku maulah..”
“Nanti pulang sekolah kita ke ruangan kepala sekolah.., sekarang kau sudah sarapan roy”
Aku menggeleng…”Belom Tis.. tak sempat.. abis subuh aku jalan kaki ke sekolah’
“Jom kita makan bakwan di kantin bawah… “ ajaknya.

Aku dan Titis beranjak keluar kelas… Melewati meja Dharma Afriyanti yang sedang membaca selembar kertas.. entah apa, tulisan tangan,yang jelas kertasnya berwarna merah jambu..
“Selamat pagi cewek cantik… cie surat cinta ni yee…” Titis dengan jail menggoda Dharma..

“Apa kau item… sana hus..hus.. kulempar kau ya..” sebuah penghapus karet meluncur kearah titis. Titis tertawa ngakak.. mengelak dan penghapus mengenai bahuku. Titis sudah kabur keluar kelas.. Kalau Titis sama Dharma ini ketemu, sudah kayak perang dunia saja
Aku ambil penghapus tersebut… aku kembalikan ke meja Dharma… “ Nih penghapusnya… jangan cemberut begitu dong.. nanti manisnya abis menguap…”
Sang cewek masih cemberut… mungkin karena ujian matematika kemaren gumanku dalam hati..

“ya sudah ya. . aku kekantin…mau sarapan sama Titis… maaf tentang ujian matematika kemaren.. ngomong-ngomong bando kamu bagus sekali..’ ucapku sembari membalikkan badan menuju keluar kelas..

Setiba di kantin, Titis sudah memesan 5 buah bakwan.. kami duduk di pojok kantin, meja paling luar, dibawah pohon jambu.. selain kami ada juga si joko susilo, Delta, Yahya dan beberapa anak ekskul band sekolah, ada Metty ,Shaula Nova and her genk yang lagi ngebakso, cukup ramai, termasuk si Albert dan si tammy.. ada juga Salbiah bersama entah siapa namanya..

“Nih makan saja, bakwan.. nanti aku yang bayar..”
“Terima kasih Tis” aku melahap 2 buah bakwan, Titis makan 3 buah, bakwan juga..

Setelah selesai makan, lonceng sekolah pun berbunyi.. Titis beranjak ke kasir, membayar bakwan, aku menyusul dibelakangnya
“Ini kak tiga ratus.. bakwan tiga.. ga usah kembalian..” ujar Titis kepada kakak penjual bakwan..

“Alamak Titis..!!! Gosong kita nanti di sambar petir …””
Si Titis cuman nyengir kayak sapi dikasih makan rumput…

itulah ceritanya mengapa Wahyu Titis jadi begitu...
Cerita yang tidak terlalu penting..

Roy Baroes

Jakarta, 2 Juli 2016…

No comments: