Sebuah cerita yang tidak
penting...
Disuatu pagi yang bening… di sebuah sekolah menengah, Jl.
Ir H, Juanda, no.3. Sinar matahari masih begitu renyah, sinarnya lembut
menembus kaca jendela nako, sampai ke meja kelas paling belakang. Gambar
presiden Suharto yang tersenyum manis dan wakil presiden Tri sutrisno yang juga
tersenyum manis mengapit lambang burung garuda tergantung di dinding depan
kelas.
Masih sangat pagi.. hanya ada aku, dan 2 siswi yang sudah
hadir. Di depan mejaku ada Nelly anak
kampung melati dekat batu 2, sementara siswi yang lain duduk di meja baris
terdepan, Raja Dharma Afriyanti namanya.
Siswi dengan bando berwarna putih atau mungkin abu-abu motif bunga-bunga,
anaknya berperawakan tinggi, rumahnya ada di seberang tembok sekolah… mungkin
dia tinggi karena rajin berlatih lompat tembok sekolah… anaknya hitam manis..
manis sekali mirip permen tapi kelihatanya jutek sekali mukanya melihat aku
pagi ini.. mungkin karena ujian matematika kemaren pikirku.. aku tak tahu..
Aku duduk memandang keluar jendela, menatap pucuk-pucuk
daun akasia, beberapa burung gereja berlompatan diantaranya, kicauan burung dan
sinar matahari pagi menerobos masuk kedalam ruangan kelasku, Hening…,
Nelly sibuk mencatat entah apa, Dharma juga entah apa yang dilakukannya,
sementara diriku tercenung membaca surat yang diberikan oleh Bu Zaitun kepala
bagian tata usaha sekolah, yang diberikan untuk orang tuaku, prihal tunggakan
spp selama 4 bulan.. :'(
Tak lama kemudian datanglah siswa bernama Wahyu
Titis yang baru sampai kedalam kelas. tingginya sepantaranku.
Dia juga salah satu siswa yang kemaren dipanggil oleh Bu Zaitun, nasibnya sama
denganku sama-sama nunggak spp.. dia nunggak 3 bulan, aku nunggak 4 bulan. Aku
lebih juara.. ha..ha..ha
“Pagi Roy… Bapakmu jadi datang..” sapa dia.. si Titis
maksudnya..
“Kayaknya tidak Tis…. Bapakku kan kerja kapal.. masih
dilaut” balasku sekenanya.. surat panggilan aku masukkan kedalam laci meja..
“Sudahlah.. kemaren aku dikasih tahu sama Susiadi
dan Herizan, abis ujian ini, libur sekolah kita disuruh pak Mudjamil untuk
ngecat sekolah.. nanti uangnya bisa buat bayar spp sekolah.. kau mau tak”
Seketika aku tersenyum..”serius?? aku maulah..”
“Nanti pulang sekolah kita ke ruangan kepala sekolah..,
sekarang kau sudah sarapan roy”
Aku menggeleng…”Belom Tis.. tak sempat.. abis subuh aku
jalan kaki ke sekolah’
“Jom kita makan bakwan di kantin bawah… “ ajaknya.
Aku dan Titis beranjak keluar kelas… Melewati meja Dharma
Afriyanti yang sedang membaca selembar kertas.. entah apa, tulisan tangan,yang
jelas kertasnya berwarna merah jambu..
“Selamat pagi cewek cantik… cie surat cinta ni yee…” Titis
dengan jail menggoda Dharma..
“Apa kau item… sana hus..hus.. kulempar kau ya..” sebuah
penghapus karet meluncur kearah titis. Titis tertawa ngakak.. mengelak dan
penghapus mengenai bahuku. Titis sudah kabur keluar kelas.. Kalau Titis sama
Dharma ini ketemu, sudah kayak perang dunia saja
Aku ambil penghapus tersebut… aku kembalikan ke meja
Dharma… “ Nih penghapusnya… jangan cemberut begitu dong.. nanti manisnya abis
menguap…”
Sang cewek masih cemberut… mungkin karena ujian matematika
kemaren gumanku dalam hati..
“ya sudah ya. . aku kekantin…mau sarapan sama Titis… maaf
tentang ujian matematika kemaren.. ngomong-ngomong bando kamu bagus sekali..’
ucapku sembari membalikkan badan menuju keluar kelas..
Setiba di kantin, Titis sudah memesan 5 buah bakwan.. kami
duduk di pojok kantin, meja paling luar, dibawah pohon jambu.. selain kami ada
juga si joko susilo, Delta, Yahya dan beberapa anak ekskul band sekolah, ada Metty
,Shaula Nova and her genk yang lagi ngebakso,
cukup ramai, termasuk si Albert dan si
tammy.. ada juga Salbiah bersama entah siapa namanya..
“Nih makan saja, bakwan.. nanti aku yang bayar..”
“Terima kasih Tis” aku melahap 2 buah bakwan, Titis makan
3 buah, bakwan juga..
Setelah selesai makan, lonceng sekolah pun berbunyi..
Titis beranjak ke kasir, membayar bakwan, aku menyusul dibelakangnya
“Ini kak tiga ratus.. bakwan tiga.. ga usah kembalian..”
ujar Titis kepada kakak penjual bakwan..
“Alamak Titis..!!! Gosong kita nanti di sambar petir …””
Si Titis cuman nyengir kayak sapi dikasih makan rumput…
itulah ceritanya mengapa Wahyu Titis jadi begitu...
Cerita yang tidak terlalu penting..
Roy Baroes
Jakarta, 2 Juli 2016…
No comments:
Post a Comment