Roy Baroes Yang Tak Terkuburkan
Akhirnya hidup itu terlahir kembali dan menjadi lebih ringan....
Thursday, June 02, 2016
Makan 5 ngakunya 3
Thursday, April 09, 2015
T.H.E. S.I.G.I.T Part 1
Sore itu ada berita menggemparkan. Seseorang yang bernama Sigit, angkatan 98, Presiden PSIK terbaru yang dinobatkan jadi presiden setelah dipaksa oleh Ebonk untuk mengkudeta dirinya, hari ini lenyap tanpa bekas. Tak satupun yang tahu sigit ini ada dimana. Perdebatan terjadi dimana-mana, antara hilang, lenyap atau moksa.
Wednesday, December 31, 2014
Tahun belajar, bermimpi dan beradaptasi.
Tahun belajar, bermimpi dan beradaptasi. sebuah kontemplasi...
Tahun 2014 adalah tahun belajar bagi saya. belajar membuat roti..mulai dari Rye bread,Cinnamon roll, Scones, baguette, ciabatta, dan Pretzel. Membuat roti bukan hal yang mudah ternyata. karena itulah maka saya belajar..
Tahun 2014 bukan tahun yg mudah bagi saya, sebagai trader saham di IHSG.. Jokowi effect, jatuhnya harga minyak dunia, konflik rusia, kenaikan bbm dsb. tapi alhamdulillah modal trading saham saya tumbuh 36% tahun ini.tapi saya masih ingin belajar lagi ilmu ttg bandarmology..
Tahun 2014 bukan tahun yang mudah bagi samudra energy. perusahan nasional tempat saya berkerja sebagai ahli geofisika... Rencana IPO terpaksa ditunda karena kondisi perekonomian dunia. Bonus Saham puluhan ribu dollar masih jadi mimpi. Tapi okeylah...paling tidak saya masih boleh bermimpi lagi sampai tahun depan.. Bermimpi adalah salah satu kemewahan yg saya miliki sejak kecil..
Tahun 2014 bukan tahun yang mudah bagi kehidupan masa lalu. Tetapi saya ternyata mampu menghapus cerita kelam masa muda yang galau akan cinta dan bikin muka penuh jerawat itu. Semoga ada yang menjadi bahagia tanpa cerita masa lalu yang menjadi hantu baginya itu..
Tetapi tahun 2015 juga kelihatannya tidak mudah bagi saya. Bersama-teman-teman yang beruntung, kami akan mengarungi masa bakti di organisasi profesi HAGI sampai tahun 2016. Sementara sebagai trader saham, ultimate goal saya adalah profit, maka HAGI adalah organisasi nonprofit. Itu barangkali akan membuat saya menjadi makhluk Amphibi. Maka sekali lagi tahun 2015 sepertinya akan menjadi tahun belajar bagi saya untuk beradaptasi.
Maka dengan belajar, bermimpi dan beradaptasi..mari kita sambut masa depan seberapapun beratnya itu.
Selamat tahun baru 2015 dan semoga tahun 2015 dipenuhi barokah Allah SWT.
Amin.
Friday, October 10, 2014
Momentary Fragment...
itu adalah sebuah fragment yang berisi moment dimana kita berada didalam 1 buah figura waktu, namun dalam dimensi ruang yang berbeda. Saat aku mewarnai langit untukmu, sementara engkau menikmati senja bersamanya.
Setiap fragment dalam hidup bagiku adalah fragment-fragment tidak akan pernah terkuburkan...
Aku rasa ini adalah waktu yang bagus melihat engkau kembali bercahaya dengan nyaman dan gemilang..
roy baroes "Yang tak terkuburkan...."
Tuesday, May 24, 2011
Sebuah Ode Untuk Ical (Faisal Riza - Astonomi & PSIK ITB-97)
Ical, kawanku...
Hujan disini terasa sedih sekali. Ia tidak jatuh bebas. Jatuh yang segaris lurus mantap menuju tanah seperti yang biasa kita jumpa. Tapi Ia melayang-layang di udara, ragu dan hampa. Terkadang ia turun, seolah malu menatap tanah, Begitu lemah. Maka sedetik ke depan ia melayang naik, menyamping, enggan. Ia basah, namun basahnya pun malu-malu.
Seorang dosen yang semula kita pandang bijak, menceramahi kita tentang filsafat payung dan hubungannya dengan hujan. Menurutnya, kita hidup di bumi ini harus selalu sedia payung jika datang musim penghujan.Hidup ini harus berjaga-jaga katanya, harus ada rencana ini dan itu untuk mengantisipasi terjadinya sesuatu. Tapi, pikirku pasti dia belum pernah melihat hujan yang sebenar-benarnya hujan. Hujan yang seperti kita punya. Hujan tanpa payung. Dan pasti dia tak pernah menikmati hujan seperti kita menikmatinya.
Hujan kita adalah hujan yang gagah kawan. Dengan berani aku katakan itu padamu. Ia turun bagai butir-butir peluru dimuntahkan dari senapan langit. Ia jatuh. Ohh bukan, Ia bukan jatuh, Ia terjun bebas lepas dari ketidakpastian, seperti pada masa-masa kegamangan yang berkali-kali kita alami bersama dimasa muda, berontak dari jiwa-jiwa kita, dibeberapa tahun yang lalu.
Hujan kita juga adalah hujan yang pemberani, Kawan. Jatuhnya menikam bak pisau ditancapkan sampai ke hulu hati. Menyirami kita dengan gemuruh semangat dan apinya yang membakar perjuangan kita pada masa itu, dalam gerakan mahasiswa menentang penguasa yang serakah.
Apakah engkau masih ingat kawan. Suatu ketika kita bersama teman-teman lainnya menggalang gerakan mahasiswa kampus, menggelar orasi mengobarkan reformasi.
Aku yakin engkau masih mengingatnya Kawan. Siang itu, jalan Ganesha yang awalnya terik panas tiba- tiba menjadi mendung kelabu. Lalu hujan pun jatuh seiring serbuan berlapis-lapis lebih pasukan polisi dan tentara yang menghancurkan barikade kita. Teman-teman pada barisan terdepan telah berjatuhan dihantam pukulan rotan, popor senjata dan gas air mata.
Kita terus bergerak maju Kawan, karena kita berdualah yang kini berada diantara barisan terdepan. Kita saling bergandengan saling jaga. Dada kita bergemuruh, kau dekap kuat-kuat lenganku agar aku tak terjatuh. Berkali-kali ayunan rotan pasukan huru-hara menghantam kepalaku dan kibasan tamengnya menyabet pelipisku. Darah merah pun pecah dari sana melumuri wajahku. Seketika itu kau pun murka, menggeram kau terjang semua tameng, kau rebut semua tongkat pemukul. Engkau menjelma bagai banteng marah yang terluka itu. Dan hasilnya, sore hari setelah semuanya usai, kita duduk - duduk bersama di kantin mahasiswa sambil menghitung dengan bangga berapa banyak memar dan luka yang kita terima.
Pernah suatu kali kita terjebak ditengah hujan, diatas sepeda motor. Sepeda Motor tua miliknya si Sigit, adik kelas kita. Honda bebek 70 berwarna merah marun lusuh, yang tanpa kaca spion dan lampu Sien, hingga aku harus menggunakan anggota tubuh guna memberi tanda saat berbelok ditingkungan. Kau pacu kencang sepeda motor tua itu menembuh derasnya hujan. Tiap butirnya mengiris tipis bagaikan silet, menelusuri permukaan kulit wajah dan mencerabuti tiap helai rambut gondrong kita, tanpa helm pelindung kepala, ngebut menuju kampus, mengejar waktu ujian mata kuliah Termodinamika.
Hujan kita saat itu sungguh gagah kawan.. Begitu gagah, segagah kita yang akhirnya tiba dikampus dengan basah kuyup, lalu ternyata ujian termodinamika saat itu ternyata ditunda.
Di tengah-tengah hujan, kita tak pernah perlu payung, tapi aku menjadi teringat padamu, suatu ketika kau memintaku mencarikan sebuah payung, payung yang besar untuk berdua pintamu . Hah…, aku rasa hal ini pasti sebuah keluarbiasaan yang ajaib dan aku tahu kau sedang jatuh cinta. Ah, Kau payah sekali waktu itu Kawan. Tampangmu begitu sangar, rambutmu gondrong panjang tapi hatimu termehek-mehek oleh lagu jatuh cinta. Payah sekali kau Kawan....Tapi kau tak peduli dengan olokanku dan engkau tetap pergi ke Jurusan Matematika, membawa payung pinjaman untuk menjemput gadis yang kau impikan.
Kita juga punya gerimis Kawan, aku ingat itu. Sebuah gaya gerimis yang melingkupi persahabatan kita dengan kesenduannya.
Gerimis kita itu mengandung sejuta kegelisahan kawan,kegelisahan atas realitas kehidupan di sekitar kita. Kegelisahan yang tercampur dengan kesedihan, tapi sedihnya tetap terasa begitu lugas. Seperti Seekor anak beruang yang menangisi kepergian induknya, Dia harus merelakannya agar hidup mereka tetap berkelanjutan. Seperti itulah gerimis kita jatuh berderap, terus dan terus. Pelan dan berat membuat sesak logika dalam otak kita. Betapa hati kita menjadi miris saat menyaksikan anak-anak kecil tak bisa sekolah karena tak ada biaya, betapa hati kita menangis ketika menyaksikan seorang ayah menangisi jasad anak dan istrinya yang meninggal terkubur menjadi korban bencana tanah longsor di musim penghujan.
Seperti itulah gerimis kita kawan, Seperti hidup yang tahu akan segera berakhir. Gerimis kita menitipkan semua kabar kesedihan kita, tetapi ia juga adalah sedih yang tidak begitu saja pasrah. Maka dengan begitu itu ia sama baiknya pada hujan masa lalu, Hujan itu, hujan kita, yang gagah dan kuat.
Aku teringat juga satu kali, berdua kita berdebat keras didalam ruangan unit kemahasiswaan. Saat itu hujan diluar begitu deras dan kita berselisih, saling menumpas. Tak satu kali aku bermaksud mengatakan apapun, tapi ini mengenai pilihan kataku, sedang engkau berkata ini tentang prinsip hidup yang tak boleh diserahkan begitu saja pada kekalahan, meski datangnya bertubi-tubi. Lalu kita berjanji untuk membuktikannya kepada dunia suatu hari ini nanti. Mungkin dari dalam ruangan itu, badai ambisi kita telah membuncah membelah pecah, merembes keluar, menjelma jadi hujan, menjadi badai. Badai yang meraung-raung mematangkan kita. Tak satupun payung di dunia ini yang cukup buat menahan badai yang kita bangkitkan itu.
Aku merindukanmu Kawan. Apalagi dikala hujan yang malu-malu seperti ini. Hujan yang remah, langit yang terlepas tanpa gayutan , dibuang dari keseluruhan.
Selamat ulang tahun kawan. Kami yang masih di dunia ini semakin menjadi tua, sementara Engkau tentu saja tetap selalu muda dan bergairah disana..
Semoga Allah memberikan Ampunan padamu dan menempatkanmu di Surga-Nya, sehingga kita dapat berkumpul lagi bersama disuatu saat nanti..
Amin....
Roy Baroes -Geofisika- PSIK ITB 97
In Memoriam
Faisal Riza (Ical) Astronomi – PSIK ITB 97
Wednesday, November 10, 2010
Hujan Bulan November (lagi..)
Kita pernah begitu dekat.. saling berdekatan ketika bias pecahan air hujan dikaca jendela depan kantin mahasiswa menyerbu tubuh kita. Air hujan memang tidak pernah peduli dengan keadaan kita, haru biru kita atau tujuan kita yang terhalang oleh hujan-hujan ini.
Kita memang sesaat ini mengeluh, tapi itu hanya untuk sementara saja, karena tak lama waktu berselang, engkau dengan riang mengamati jatuhnya titik-titik air hujan tepat kedalam genangan, yang lalu berebutan untuk mengalir ke selokan di depan kita. Engkau berkata " Inilah yang menyebabkan berkali-kali Aku jatuh cinta pada hujan yang seperti ini."
Sesungguhnyalah aku berniat menghentikan hujan kali in. Aku tak ingin kita terjebak lama di sini. Tetapi sepertinya engkau tahu itu, dan memberi isyarat menghalanginya. Aku tahu engkau sendiri tak menyangsikan kemampuanku untuk menghentikan hujan sederas apapun, kapanpun. Karena aku sesungguhnya telah beberapa kali lulus ujian dengan gemilang untuk mata kuliah meteorology, bersama si Roy Baroes, anak jurusan Geofisika yang menjanjikan kesaktian tersebut jika mau menemaninya mengambil mata kuliah itu bersamanya.
Atau paling tidak, aku bisa saja menggunakan Ilmu hitam pemberian si Trobas, yang cukup ampuh menghentikan hujan dengan hanya meletakkan beberapa potong rumput di saku bajunya, lalu menari-nari, berputar sambil mengucapkan mantera dan jampi-jampi. Tapi aku tidak ingin seperti Si Trobas. Aku ingin menjadi diri sendiri disaat kita bersama. Menjadi apa adaanya secara sederhana.
Ternyata hujan tumpah kebumi kali ini tidaklah lama. Walaupun masih jatuh titik-titik tipis sisanya dari angkasa, tapi telah cukup reda bagi kita untuk terus melanjutkan perjalanan. Hendak kuraih tanganmu, agar kita segera beranjak, tetapi engaku telah lebih dahulu melesat bagai anak-anak burung Prenjak yang menari riang di pucuk-pucuk dedaunan teh. Udara yang segar sehabis hujan membuat engkau melonjak kegirangan. Berlari-lari kecil di sepanjang trotoar jalan Boulevards, lalu berputar ke arah pelataran Tugu Sukarno dan memandang lepas kedepan, kearah gerbang kampus..
Pandangan matamu berbinar tegas, menerobos jejak-jejak hujan yang jatuh dari sela-sela daun pohon Mahoni sepanjang jalan Boluevard kampus didepanmu, sinar matamu cemerlang menyapu bunga-bunga terompet orange dan bunga kertas yang mekarnya disegarkan oleh hujan diatap gerbang kampus kita. Sementara diarah sebaliknya, punggung gunung Tangkuban Perahu yang biasa berdiri gagah, hari ini sedang berselimut kabut.
Engkau terlihat mulai basah di luar sana, pecahan sisa hujan semakin mengerubungimu. Aku sendiri mulai risau, tapi engkau seperti tahu kerisauanku dan selalu berhasil meredakan semua risau itu.
" Ga apa-apa, aku kuat kok kalau hanya hujan kecil seperti ini". Engkau tersenyum. Senyuman yang seperti senyuman milik Bidadari dari langit sorga. Membuat segala risauku pergi dan aku menikmati setiap detik kebahagiannya.
"Ayo kita ke labnya si Roy..., Pasti jam segini dia masih tidur..apalagi hujan begini.Dasar tuh anak!" serumu tiba-tiba.
Engkau meraih tanganku seakan ingin mengajakku untuk terbang, lompatan-lompatan waktu terasa begitu cepat bagiku. Engkau sudah mendekat kembali hingga aku bisa melihat titik air yang bergayut di anak rambutmu.
" Ayolah.... kalau dia ga mau bangun, kita guyur aja.. ya.." balasku.
"iya.. hi..hi..." engkau tertawa dengan renyah.
Kali ini tujuan kita adalah membangunkan si Roy yang pasti masih tidur di Labnya, Labtek biru yang terletak dibelakang gedung Oktagon, bersebelahan dengan jurusan Biologi dan berhadapan dengan jurusan Teknik kimia. Si Roy ini memang suka bangun siang, sebagai konsekuensi dia ikut dalam project dosennya, katanya agar bisa bayar uang kuliah semester depan.
Bangunnya siang, sering telat kuliah, sering telat juga bayar uang kuliah. kami sering bersama dalam suka dan duka,dimana aku sangat percaya pada prinsip serta keteguhan anak muda yang sejak lulus sekolah menengahnya sudah merantau dari kampung kelahiranya di pulau sumatra. Dan selama ini hampir tidak ada rahasia yang menjadi penting dan tidak terjaga teguh diantara kami berdua.
Engkau berjalan ringan dengan kaki-kaki mungilmu mendahuluiku beberapa jarak langkah. Melewati Kembali Tugu Sukarno, terus melintasi kolam Indonesia tenggelam, berbelok didepan plaza Widya, menyusuri koridor ruang Kuliah Teknik Fisika dan terus hingga kita sampai di selasar labtek biru. Berhenti didepan jendela sebuah lab yang terbuka.
Engkau berlari kecil agar lebih cepat sampai kesana.
Di depan jendela kaca lab, engkau melongok seketika ke dalamnya dan berteriak
" Roooyyyy!!.. Bangun!!!!". Beberapa detik beranjak, engkau kaku seketika hingga aku tiba tepat dibelakangmu. Hening.. semua terdiam.
Di dalam Lab penuh orang, kebanyakan mahasiswa dan beberapa Dosen ada disana.Ternyata Roy tidak ada..
" Maaf Mbak, Roy nya tidak ada.Tadi pagi sudah keluar, coba cari di ruangan Himpunan, atau di unitnya di PSIK." Ujar seseorang yang mungkin dosen.
Wah.. gawat ini pikirku, Aku melihat engkau beringsut pelan kabur dari pandangan mereka yang masih lekat kepadaku.
"Maaf Pak, mengganggu. Roynya udah keluar ya? kalau begitu kami coba cari ke Himpunan atau ke PSIK aja. Permisi" ujarku.
Sementara Engkau sudah tertawa cekikikan , menjauh dari bawah jendela.
" Awas yah kamu..."
Kali ini kita berjalan sejajar menyusuri koridor labtek biru, keluar disamping gedung GSG dan gedung PAU. Kejadian tadi paling tidak meredakan riak-riak mu yang bagai burung Prenjak itu.
" Heh.. Lain kali ga boleh begitu ya.."
" Maaaffff.. biasanya si Roy tidur dibawah jendela itu kok... ga tahu kalau dia udah bangun.Pasti dia pindah tidur ke PSIK karena diusir dari Labnya" ujarmu dengan binar bola mata yang mekar bagaikan matahari yang terbit membawa ide cemerlang.
" Bisa aja Si Roy banyak kerjaan malam tadi, terus ga enak sama dosen dan mahasiswa lain, jadi dia pagi-pagi pindah ke PSIK" ujarku sekenanya.
" Aha..! berarti kita jadi dong kita guyur.. he.hee".
Hujan sudah habis... bau tanah basah menyebar masuk ke paru-paru hingga kita tiba di depan PSIK,SC-W09.. Sunyi senyap secara tidak biasa. Mesin fotokopi yang menjadi saksi bisu aktifitas anak-anak PSIK juga tidak bersuara. Engkau berjingkat pelan kedalam, lalu menoleh ke arahku sambil meletakkan jari telunjuk dipinggiran bibirmu, " Ssssstt, ada Ebonk, Roy, sama Erik tuh.... he..he."
Ujung mataku melirik kedalam ruangan, Roy, Ebonk dan Erik tidur berpelukan dengan berbagai macam gaya, bertumpuk dalam dipan kecil, berebut Sleeping bag yang kumal dan satu-satunya.. Sejenak hening, aku beranjak duduk di depan pintu diseberang jendela kaca, lalu tiba-tiba..
"Baaaannngggguunnnn... ada banjir !!!! bangunnnnn... cepaattt" suaramu membahana membahana sambil menyiprat-nyipratkan air dari sebotol air mineral. suasana heboh... 3 orang yang sedang tidur didalam ruangan sontak berhamburan keluar dengan muka bantal..
Engkau tertawa riang melihat semuanya.. Riang yang membawa jiwaku berhamburan ke angkasa..tempat kini aku berada..
Jakarta, 10 November 2010
Kepada sahabat dan pahlawan kami.
Catatan :
PSIK : Perkumpulan Study Ilmu Kemasyarakatan,
SC-W09 : Alamat Sekretariat PSIK
Sunday, April 11, 2010
Garis- Garis Dan Peluru
Garis-garis dan Peluru
Sebuah catatan mengenang hari kelahiran, mengingat hari kematian.
Matahari berlari kecil menuju senja yang diburu oleh sisa anak-anak hujan di pantai ini. Tapak-tapak kaki yang tertinggal saling berkejaran membentuk titik-titik kecil dan bersatu menjadi garis, dan ini adalah sebuah kontemplasi saat dengan sadar sisa hidup tak bisa ditambah, sebuah catatan pada hari kelahiran.
Aku sudah berjalan sejauh ini, sementara aku sudah ditinggalkan oleh masa lalu. Ical yang sudah mendului, rekan muda yang mati muda, telah menyelesaikan tugasnya. Sebuah kehangatan yang dulu pernah begitu kental. Dan hari ini aku tulis namanya dengan sengaja. Menjadi semacam ornamen - ornamen pengikat dalam figura jiwa.
Aku sudah berjalan sejauh ini mengejar matahari yang berlari kecil. Aku yang memanggul doa menuju puncak bukit dan ingin menggelindingkannya untuk menggulung waktu. Jejak-jejak kakiku menjadi titik dan terkait menjadi garis-garis dalam spektrum hijau dan biru. Aku mengenangnya.. Semacam romantisme.Tapi garis-garis bukan penuntunku, mereka sempadanku.
Hari ini aku seperti duduk dibangku taman. Usia telah bertambah dan besok pasti tidak akan sama. Sebuah lampu yang tidak cukup terang menciptakan remang dalam ruang komtemplasi. Aku merasa seperti sebutir peluru kini, harus dengan keras menerjang apapun yang harus aku tembus dari arah aku ditembakkan, tanpa aku bisa mengubahnya, menahannya atau bersikap durhaka atas-NYA.
Tuhan,
Tunjukilah aku jalan-Mu yang lurus, untuk hari ini, esok dan semua lusa yang tersisa.....
Thursday, June 28, 2007
respirasi
Seandainya saja ...
hasrat untuk mencintai adalah seperti sebuah proses respirasi,
maka ijinkanlah aku bernafas untukmu...
disetiap waktuku.
Roy Baroes
Tuesday, May 01, 2007
Galaksi Bima Sakti
Ini adalah galaksi Milky Way yang dalam buku pelajaran sewaktu saya di sekolah dasar diberi nama Galaksi Bimasakti. Di dalam galaksi Bima Sakti, terdapat sistim tata surya bernama matahari yang merupakan sumber cahaya dan energi untuk planet-planet didalamnya.
Lalu didalam tata surya tersebut ada planet yang bernama bumi, bahasa inggrisnya :"Earth".
nah didalam bumi iniada negara bernama Indonesia Raya yang menurut dongeng sang kakek, Indonesia sejak dahulu terkenal dengan sebutan Jamrud Khatulistiwa.
Indonesia ini memiliki ibukota yang bernama Jakarta. Di Kota Jakarta ada tersebut ada gedung Patra Jasa yang terletak di jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Di dalam Gedung Patra jasa lantai 5, wing 507 ada ruangan Divisi Explorasi JOB Pertamina Petrochina. Di dalam ruangan tersebut terdapat Roy Baroes yang sedang disuruh-suruh dan dimarah-marah mulu ama bosnya :
Sayup -sayup dialog antara Roy dan Sang Bos :
Si Bos : "Roy, udah dapat belom koordinat sumber minyaknya?"
Si Roy : "Udah dapat Bos!"
Si Bos : "Wah.. Mantap. Mantap!, dimana?"
SI Roy : "Ga jauh Bos, tuh.. di sebelah.. ada POM Bensin"
Si Bos : "Hah! Dasar Bahlul.. Ku potong yah gaji Kau bulan Ini!!"
Si Roy : "Wak!!!"
Jadi Kalau kamu melihat dengan betul-betul Galaksi ini, engkau akan melihat si Bos sedang latihan lempar lembing. sementara roy baroes jadi sasarannya.